Pemanfaatan Abu Sabut Kelapa (Cocos nucifera L.) dan Pengaruh Penambahan Sikacim Concrete Additive pada Pembuatan Batako

Abstract

Coconut (Cocos nucifera L.) is tropical native plants and can be found throughout Indonesia, so that the plant can also cause negative such as piles of organic waste in the form of coconut husk ash and coconut shells. This study aimed to determine the utilization of such waste in the form of ash to reduce some of the use of cement in the manufacture of bricks with percentage of coconut husk ash and the number of different cycles of concrete additive. This study was conducted at Concrete Laboratory, Faculty of Engineering Universitas Sumatera Utara from April to June 2017. This study used a complete 2 factorial randomized design. The first factor is the composition of the coconut husk ash which consists of 3 levels, that is: 0%, 2.5%, 5% and the second factor is the combustion temperature of coconut husk ash which consists of 2 levels, that is: 700oC and 900oC. The result showed that the brick in the treatment of A1B2 (2,5% level at 900oC) is the best treatment for the compressive strength and absorption parameter with a compressive strength value of 14 MPa and the absorption of 0.92%, for the initial setting time and final setting time parameter contained in the treatment A2B2 with an initial setting time value of 84.8 minutes and a final setting time of 94 minutes.

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman asli daerah tropis dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga tanaman tersebut juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti tumpukan limbah organik yang berupa sabut kelapa dan batok kelapa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan limbah tersebut dalam bentuk abu untuk mengurangi sebagian penggunaan semen pada pembuatan batako dengan persentase penggunaan abu sabut kelapa dan jumlah sikacim concrette additive yang berbeda. Penelitian di lakukan di Laboratorium Benton, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dari bulan April sampai Juni 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial. Faktor pertama adalah komposisi abu sabut kelapa yang terdiri dari 3 taraf, yaitu: 0%, 2,5%, 5% dan faktor kedua adalah suhu pembakaran abu sabut kelapa yang terdiri dari 2 taraf, yaitu: 700oC dan 900oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batako pada perlakuan A1B2 (taraf 2,5% pada suhu 900oC) merupakan perlakuan terbaik untuk parameter kuat tekan dan absorbsi dengan nilai kuat tekan sebesar 14 MPa dan absorbsi sebesar 0,92%, sedangkan untuk parameter waktu ikat awal dan waktu ikat akhir terdapat pada perlakuan A2B2 dengan nilai waktu ikat awal selama 84,8 menit dan waktu ikat akhir selama 94 menit.