Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan Masyarakat Angkola
View/ Open
Date
2019Author
Hennilawati
Advisor(s)
Sibarani, Robert
Ikhwanuddin
Lubis, Syahron
Metadata
Show full item recordAbstract
Mangandung tradition is a tradition of crying, wailing, while saying words that we can learn on various occasions both siriaon (joy) and siluluton (grief). The focus of this research is more on the form of activities in the mangandung tradition in the event of mangandung tradition, values and norms, wisdom values in traditional customs events containing the traditional marriage ceremonies of the Supreme Court, and the revitalization model of the mangandung tradition in the MA traditional marriage. General nature studies such as those used in this study, using concepts, cultural values, local wisdom, revitalization to move this research. The method used in this study is a qualitative method, with the Spradley ethnographic model, which looks at cultural phenomena with information angles, and the process carried out by researchers with informants where the information obtained during the research is the result of collaboration between researchers and informants. Data collection is carried out by interviews and documents related to the mangandung tradition in traditional marriage events that are passed through ethnographic stages ranging from information management to ethnography. The mangandung tradition is in the event of MA marriage, analysis with domains, taxonomies, components, and cultural inclusion. The performance in the results of this study, starting from the congregation mangampar ruji, mangalehen mangan, mangalehen sipaingot, and pasahat boru. While the meaning and function in the mangandung tradition in the traditional marriage ceremony as a person who will get married, and work as an expression of sadness. The values and norms in the Mangandung tradition are in the event of MA marriage customs as human relations with the creator of nature, human relations with humans, human relations with work, human relations with time, hagabeon, marsisarian, and society in dalihan na tolu. Local wisdom in the mangandung tradition is the same utilization of others, respect, politeness, commitment, health and well-being, harmony of life, perseverance, and mutual cooperation. Revitalization that can be done in this tradition is processing, activation, and inheritance. Tradisi mangandung merupakan tradisi menangis, meratap, sambil berkata-kata yang dapat kita saksikan dalam berbagai kesempatan baik siriaon (suka cita) maupun siluluton (duka cita). Fokus penelitian ini lebih ditekankan pada bentuk performansi dalam tradisi mangandung dalam acara adat tradisi mangandung, nilai dan norma, nilai kearifan lokal dalam acara adat tradisi mangandung acara adat perkawinan MA, serta model revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Kajian tradisi lisan digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini, dengan menggunakan konsep performansi, nilai budaya, kearifan lokal, revitalisasi untuk menganalisis penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan model etnografi Spradley, yaitu melihat fenomena budaya dengan sudut pandang pemilik budaya, artinya proses penelitian berjalan secara dialogis antara peneliti dengan informan dimana informasi yang diperoleh selama penelitian merupakan hasil kerjasama antara peneliti dengan informan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi serta dokumen yang terkait dengan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan yang dilalui lewat tahapan-tahapan etnografi mulai dari menetapkan informan sampai dengan penulisan etnografi. Tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA, dianalisis dengan analisis domain, taksonomi, komponensial, sampai pada penemuan nilai budaya. Performansi dalam hasil penelitian ini, dimulai dari sidang mangampar ruji, mangalehen mangan, mangalehen sipaingot, dan pasahat boru. Sementara makna dan fungsi dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA sebagai bentuk perpisahan antara orangtua dan anak perempuan yang akan menikah, dan berfungsi sebagai ekspresi kesedihan. Nilai dan norma dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA sebagai hubungan manusia dengan pencipta semesta alam, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan karya, hubungan manusia dengan waktu, hagabeon, marsisarian, dan kemasyarakatan dalam dalihan na tolu. Kearifan lokal dalam tradisi mangandung adalah perlakuan yang sama terhadap orang lain, penghormatan, kesopansantunan, komitmen, kesehatan dan kesejahteraan, kerukunan hidup, Tanggung jawab, dan gotong royong. Revitalisasi yang dapat dilakukan dalam tradisi ini pengolahan, pengaktifan, serta pewarisan.