Show simple item record

dc.contributor.advisorSuhaidi
dc.contributor.advisorArif
dc.contributor.authorLumbantobing, Boy Christian
dc.date.accessioned2019-09-23T06:41:58Z
dc.date.available2019-09-23T06:41:58Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/18582
dc.description.abstractSetiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk menunjukkan kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional. Diakui secara universal baik setiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur tindakan-tindakan dalam teritorinya sendiri dan tindakan lainnya yang dapat merugikan kepentingan yang harus dilindunginya. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan dan status kapal di laut lepas, bagaimana penerapan yurisdiksi ekslusif kapal di laut lepas ditinjau dari aspek hukum Internasional, bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran kapal di laut lepas menurut hukum internasional. Adapun metode penelitian dilakukan dengan Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan, dan Penelitian hukum empiris. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (library research) dengan perolehan data sekunder yang bersumber sari majalah, buku-buku, jurnal, surat kabar, website online, dan dokumen pustaka lainnya. Pengaturan dan status kapal di laut lepas terdapat dalam Konvensi-Konvensi Jenewa yang merupakan hasil dari Konferensi PBB tentang Hukum Laut (Unclos) Tahun 1982. Laut Lepas adalah semua bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial atau perairan pedalaman suatu Negara. KonvensiJenewa 1958 ini sudah tidak berlaku lagi karena ada yang baru, yaitu Konvensi Hukum Laut 1982.Pengertian Laut Lepas menurut Konvensi Jenewa 1958 tersebut sangat jauh dengan pengertian Laut Lepas menurut Konvensi Hukum Laut 1982. Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa setiap kapal yang berlayar di laut lepas harus ada kebangsaannya karena ada ikatan antara kapal dengan Negara (genuine link) dan apabila kapal menggunakan dua negara atau lebih bendera Negara karena ingin mendapat kemudahan (flag of convenience) dianggap sebagai kapal tanpa kebangsaan. Penerapan yurisdiksi ekslusif kapal di laut lepas ditinjau dari aspek hukum Internasional bahwa laut lepas merupakan wilayah perairan yang lepas dari kedaulatan negara manapun, sehingga setiap kejahatan yang berada di Laut Lepas berada sepenuhnya di bawah yurisdiksi negara bendera. Penegakan hukum terhadap pelanggaran kapal di laut lepas menurut hukum internasional bahwa setiap Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pengejaran. Bila kejahatan itu berada di Laut Lepas, maka Negara pantai dapat melakukan pengejaran berdasarkan atas hukum Internasionalnya, sedangkan pengejaran dapat dilakukan hingga ke laut lepas sekalipun. Pengejaran hendaknya dilakukan secara terus menerus dengan memberikan tanda yang dapat dilihat dan didentifikasi oleh kapal tersebut. Berdasarkan kesimpulan, maka disarankan agar Indonesia meninjau kembali garis-garis pangkal laut wilayah dan menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi, baik dengan ketentuan-ketentuan dalam laut wilayah maupun ketentuan-ketentuan dalam negara-negara nusantara.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectTransaksi Pemisahaan Unit Usaha Takafulen_US
dc.titleKewenangan Suatu Negara Terhadap Jurisdiksi Ekslusif Atas Kapal Laut di Laut Lepasen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM110200398
dc.description.pages108 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record