Show simple item record

dc.contributor.advisorBariah, Chairul
dc.contributor.advisorArif
dc.contributor.authorSaragih, Reinhard Rofario
dc.date.accessioned2019-09-26T03:30:04Z
dc.date.available2019-09-26T03:30:04Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/18837
dc.description.abstractIsu yang cukup kontroversial yakni tentang penyadapan yang dilakukan badan intelijen Australia terhadap Presiden Republik Indonesia dan beberapa pejabat tinggi negara yang lain. Kasus penyadapan Indonesia-Australia ini termasuk jenis kejahatan cybercrime, yaitu kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan memata-matai informasi terhadap pihak lain dengan memasuki system jaringan komputer pihak sasaran. Kejahatan penyadapan melaui ilmu telekomunikasi sangat memerlukan komputer sebagai alat untuk mencapai tujuan dari kejahatan tersebut (computer as a tool) maupun komputer sebagai target kejahatan (computer as a target). Kejahatan telematika termasuk kejahatan yang bersifat lintas batas wilayah territorial suatu negara, karena jaringan (network) ICT yang digunakan termasuk sebagai jaringan yang tanpa batas (borderless). Untuk itu Skripsi berjudul : “ANALISA HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYADAPAN ALAT TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA OLEH PEMERINTAH NEGARA AUSTRALIA SEBAGAI KEJAHATAN CYBERCRIME” akan mengangkat masalah yakni bagaimana asus penyadapan alat telekomunikasi Presiden Republik Indonesia oleh pemerintah Australia, apa bentuk pelanggaran hukum pidana internasional oleh pemerintah Australia dalam EU Covention on Cybercrime/ Convention on Cybercrime 2001, dan apa dampak hubungan internasional antara pemerintah Republik indonesia dengan Australia akibat permasalahan penyadapan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian inia dalah metode penelitian yuridis normatif serta bersifat deskriptif yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan untuk memperoleh data primer dan data skunder yang meliputi bahan hukum skunder dan bahan hukum tertier. Kasus ini berawal dari membelotnya seorang anggota National Security Agency (NSA) asal Amerika Serikat, Edward Snowden. Edward Snowden lalu membocorkan beberapa dokumen rahasia. Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa dinas rahasia Australia melacak aktivitas percakapan sejumlah petinggi negara. Dalam hal ini, Australia dapat dianggap telah melanggar ketentuan BAB 2 Pasal 2-8 Convention on Cybercrime, dimana tindakan penyadapan dapat dikategorikan suatu tindakan memata-matai (espionage) dengan cara Illegal access, Illegal interception, Data interface, System interface, Misuse of devices, Computer-related forgery, dan Computer-related fraud. Khusunya dengan menggunakan cara Illegal access dan illegal interception. Dampak yang paling jelas terlihat adalah penarikan kembali duta besar Indonesia untuk Australia dari Canberra dihentikannya sementara kerjasama di bidang intelijen dan militer termasuk mengenai para pencari suaka Hingga akhirnya ada kesepakatan untuk membentuk kode etik bersama antara pemerintah Australia dan Indonesia.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPenyadapanen_US
dc.subjectCybercrimeen_US
dc.subjectTelekomunikasien_US
dc.titleAnalisa Hukum Internasional Terhadap Penyadapan Alat Telekomunikasi Presiden Republik Indonesia oleh Pemerintah Negara Australia Sebagai Kejahatan Cybercrimeen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM120200369
dc.description.pages88 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record