Implementasi Otonomi Desa Dalam Mewujudkan Pembangunan Masyarakat Pesisir di Desa Nagur Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara
View/ Open
Date
2015Author
Nasution, Beti
Advisor(s)
Sihombing, Marlon
Nasution, M.Arif
Erlina
Metadata
Show full item recordAbstract
This study aims: 1) to know and analyze the implementation of village in
creating community development, 2) to know and analyze the compatibility of
development policy and its implementation towards development policy of supreme
village, 3) to know and analyze the form of development of coastal society, 4) to
analyze the influence of village autonomy implementation in dimensions; planning of
village development (X1), village resources allocation (X2), village development
action (X3) and village development monitoring (X4) to the coastal community
development (Y).
This study used the combination of qualitative and quantitative method.
Primary data source was obtained from an - in-depth interview with key informants
(government of village), main informants (people), and additional informants
(regency government of Sergai). Quantitative data was obtained by spreading
questionnaires to samples that consist of head of families. Secondary data was
obtained by learning books, literatures and related documents.
The result of this study; 1) implementation on village autonomy in
development dimension of planning is a process of the planning consisting elements
such as village government, Village Consultative Board, Village Community
Institutions, but decision making is still under main government’s control, which is
village government, while people are only objects. As the impact of this, there are
some of non-aspirative development programs. In village resources allocation
dimension; people empowering program is still limited to the effort of increasing skill
and has not yet touched knowledge improvement (mental aspect), while development
fund managing is still not transparent that there was abusing fund of The Allocation
of Village Fund. In the other hand, there is also a strong cooperative working among
Nagur people which plays significant role in helping problem solving among people,
yet there is also an extinct cooperate working such as repairing houses, to this,
however, village government has not yet to take policy in strengthening local
institutions. In development implementation dimension, there is a program needed by
people but it’s not a problem solving, some development programs which can be implemented but don’t cover people’s need. This condition happened because the
development programs implementation are not integrated with the other programs
and the governance and development implementation process have not been suitable
with good governance concept. In public supervising or monitoring development
dimension, people are aware of their rights to supervise by using direct critics to
village government or Village Consultative Board, but the critics have not been
responded by village government, 2) there is none of development policy and its
implementation which is not compatible or against supreme village government
policy. 3) Coastal community development implementation can be seen from the
availability of educational institution, school, bridges, sufficient electricity, but the
availability of educational institution still cannot overcome the number of uneducated
children. Availability of health institutions have been successful in increasing
children’s nutrition and light disease care. While production of people still low due to
the lack access of capital. As the result of this, there is no improvement in people’s
revenue who have participated in development program. 4) Implementation of village
autonomy in regional planning dimension (X1), village resources allocation (X2), and
village supervising/monitoring dimension, (X4) has a positive and significant
influence to the development of people, while the development action (X3) has
positive influence but not significant. This is the impact of some programs which are
still not implemented due to holistically unplanned, some programs are needed but
still not implemented and also governance and development implementation is still
not suitable with good governance concept. Penelitian ini bertujuan; 1) untuk mengetahui dan menganalisis implmentasi
otonomi desa dalam mewujudkan pembangunan masyarakat, 2) untuk mengetahui
dan menganalisis kesesuaian kebijakan pembangunan dan implementasinya terhadap
kebijakan pembangunan supra desa, 3) untuk mengetahui dan menganalisis wajah
pembangunan masyarakat pesisir, 4) untuk menganalisis pengaruh implementasi
otonomi desa dengan dimensi; perencanaan wilayah perdesaan (X1), pengerahan
sumber daya perdesaan (X2), pelaksanaan pembangunan perdesaan (X3) dan
pengawasan pembangunan perdesaan (X4) terhadap pembangunan masyarakat pesisir
(Y).
Metode yang digunakan adalah menggabungkan metode kualitatif dengan
kuantitatif. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap key
informan (pihak pemerintahan desa), informan utama (masyarakat) dan informan
tambahan (pihak pemkab Sergai). Data kuantitaif diperoleh dengan menyebar angket
terhadap kepala keluarga. Data sekunder dengan mempelajari buku-buku, literatur
dan dokumen terkait.
Hasil; 1) Implementasi otonomi desa pada dimensi perencanaan wilayah;
bahwa proses perencanaan wilayah telah melibatkan berbagai unsur seperti
pemerintah desa, BPD, masyarakat, LKD, namun pengambilan keputusan masih
berada ditangan penguasa yakni pemerintah desa sementara masyarakat hanya
sebagai objek. Akibatnya ada beberapa program pembangunan yang tidak aspiratif.
Pada dimensi pengerahan sumber daya perdesaan; pemberdayaan masyarakat masih
sebatas upaya menambah keterampilan dan belum menyentuh penumbuhan
pengetahuan (aspek mental), sementara pengelolaan dana pembangunan belum
transparan dan ditemukan ada penyimpangan penggunaaan ADD. Pada sisi lain
ditemukan bahwa gotong royong masyarakat masih kuat dan ternyata berperan
membantu memecahkan permasalahan masyarakat namun ada gotong royong yang
sudah punah yakni membantu memperbaiki rumah yang sudah hendak rubuh dan
pemerintah desa belum ada mengambil kebijakan untuk menguatkan institusi lokal. Pada dimensi pelaksanaan pembangunan ditemukan bahwa; ada program
pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat dan realisasi tapi tak memecahkan
masalah, juga beberapa program pembangunan yang realisasi tapi tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan pelaksanaan program pembangunan tidak
diintegrasikan dengan program lainnya dan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan belum sesuai dengan konsep good governance. Pada dimensi
pengawasan pembangunan ternyata masyarakat menyadari haknya melakukan
pengawasan melalui kritikan langsung kepada pemdes maupun melalui BPD, namun
kritikan masyarakat belum mendapat tanggapan yang berarti dari pihak pemdes. 2)
Ditemukan tidak ada satupun kebijakan pembangunan dan implementasinya yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan kebijakan pemerintah supra desa. 3) Wajah
pembangunan masyarakat pesisir dilihat dari ketersediaan dan ketercukupan lembaga
pendidikan, sekolah, jalan, jembatan, listrik telah mencukupi kebutuhan, namun
ketersediaan lembaga pendidikan belum dapat mengatasi anak-anak putus sekolah,
ketersediaan lembaga kesehatan telah dapat meningkatkan gizi balita dan mengatasi
penyakit ringan. Sementara produksi masyarakat belum meningkat karena masih
kurang akses terhadap modal akibatnya pendapatan juga belum memadai. 4)
Implementasi otonomi desa pada dimensi perencanaan wilayah (X1), pengerahan
sumber daya perdesaan (X2) dan pengawasan pembangunan perdesaan (X4)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan masyarakat, sedangkan
dimensi pelaksanaan pembangunan (X3) berpengaruh positif tapi tidak signifikan.
Hal ini disebabkan karena program yang terealisasi belum dapat menyelesaikan
masalah yang disebabkan program tidak direncanakan secara holistik, dan ada
program yang sangat dibutuhkan tapi belum terealisasi serta penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan belum sesuai dengan konsep good governance.