Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Pertambangan Mineral dalam Divestasi Saham Perusahaan
View/ Open
Date
2018Author
Lelisari
Advisor(s)
Nasution, Bismar
Suhaidi
Ginting, Budiman
Metadata
Show full item recordAbstract
There is the shift in managing a company from shareholders theory to the theory
of stakeholders. In the theory of stakeholders, a company is seen as a social
institution in which its interest is not very dominant in its management system so
that the issue of social responsibility (CSR) is interested to be discussed since its
topic deals with business ethics in which the company has moral responsibility for
its employees, environment, and surrounding communities. Unfortunately, there is
lack of regulation on it, viewed from corporate law, especially from mining
partially. As a business entity, a mining company in the form of limited liability
(PT) should comply with Law on PT., but in practice it complies with Law on
Minerba (Mineral and Coal Mining). Mining management system in Indonesia is
pluralistic. The crucial thing in Law on Minerba is the adjustment to the previous
mining contract, and re-negotiation applied by the law does not run well. The
regulation on CSR in mining toward the surrounding people and environment for
sustainable development partially does not run well. The parameter for CSR is by
using a social contract. The obligation to develop management and purity in
domestic affairs. Renegotiation contract can strengthen CSR in mining toward the
surrounding people and environment since it contains the obligation to develop
management and purity in domestic affairs and the obligation to use domestic
mining goods and services which triggers local people‟s business activities that
will eventually supports the operation of mining companies. It can also be viewed
from the aspect of legal certainty (juridical), the benefit or utility (sociological),
and justice (philosophical). The influence of the obligation to do stock devastation
in mining companies on the application of CSR toward the surrounding people
and environment is that basically stock devastation is one of the obligations which
has to done by foreign investors toward the Indonesian government, the
Indonesian citizens, or the Indonesian law in order to increase the Indonesia
people‟s welfare because dividend bought by stock buyers can be used for
regional and people‟s development. Besides that, the participation of the central and/or regional government in mineral and coal mining business as shareholders
will create the transparency and accountability in managing the companies.
Central and/or local government as shareholders have the rights as it is
stipulated in Law No. 40/2007. Terjadi pergeseran pengelolaan perusahaan dari pengelolaan yang didasarkan
shareholders theory menjadi stakeholders theory. Dalam stakeholders theory
melihat perusahaan sebagai institusi sosial, dimana kepentingan pemegang saham
bukanlah menjadi hal yang dominan dalam sistem pengelolaanya. Dengan
kecendrungan pengelolaan perusahaan berdasarkan stakeholders theory tersebut,
maka isu tanggung jawab sosial (CSR) menjadi isu yang menarik untuk dikaji,
apalagi CSR adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat
tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan, lingkungan
dan masyarakat disekitar perusahaan. Pengaturan CSR sebagai bagian dari lingkup
hukum perusahaan, khususnya bidang pertambangan secara parsial mengalami
kemunduran. Sebagai suatu entitas bisnis, perusahaan pertambangan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT), seharusnya tunduk pada Undang-Undang PT,
akan tetapi dalam hal kegiatan pertambangan tunduk pada Undang-Undang
Pertambaagn mineral dan Batubara (Minerba). Sistem pengelolaan pertambangan
di Indonesia juga bersifat pluralistik. Salah satu hal krusial yang diatur dalam UU
Minerba adalah mengenai penyesuaian kontrak pertambangan yang sudah ada.
Renegosiasi yang ditetapkan oleh undang-undang itu tidak berjalan dengan
semestinya. Pengaturan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan
terhadap masyarakat dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan yaitu
dimana pengaturan CSR sebagai bagian dari lingkup hukum perusahaan,
khususnya bidang pertambangan justru secara parsial mengalami kemunduran
yaitu dalam hal menerapkan kewajiban pelaksanaan CSR. Kemudian untuk
menentukan parameter sosial responsif adalah dengan menggunakan kontrak
sosial. Dengan merenegosiasi kontrak dapat memperkuat adanya tanggung jawab
sosial perusahaan pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan, karena
materi yang ada dalam renegosiasi kontrak, seperti: kewajiban pembangunan
pengelolaan dan pemurnian di dalam negeri dan kewajiban penggunaan barang dan
jasa pertambangan dalam negeri menimbulkan kegiatan usaha masyarakat terutama
masyarakat lokal untuk menunjang operasi perusahaan pertambangan. Kemudian
renegosiasi kontrak juga dapat ditinjau dari aspek kepastian hukum (yuridis),
kemanfaatan atau kegunaan (sosiologis) dan keadilan (filosofis). Pengaruh kewajiban divestasi saham perusahaan pertambangan terhadap penerapan tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan adalah divestasi saham pada
dasarnya merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh
investor asing kepada Pemerintah Indonesia, atau warga Negara Indonesia atau
badan hukum Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak karena dividen yang diterima oleh pembeli saham akan dapat
dipergunakan dalam pembangunan daerah dan pengembangan masyarakat.
Disamping itu, apabila terdapat partisispasi Pemerintah dan/atau Pemerintah
daerah dalam perusahaan pertambangan mineral dan batubara sebagai pemegang
saham, akan tercipta transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola perusahaan.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai pemegang saham memiliki hak
sebagaimana diatur dalam UU. No 40 tahun 2007.
Collections
- Doctoral Dissertations [147]