Reformasi Standar Kesejahteraan Pekerja BUMN Perkebunan dalam Kerangka Negara Kesejahteraan

Abstract

Tenaga kerja (labour) memiliki andil terdepan atas pelaksanaan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam menjalankan aksi korporasinya. Namun, posisi tenaga kerja tersebut dalam perjalanan perusahaan, termasuk BUMN Perkebunan kurang mendapat perhatian. Padahal perlindungan harus mendapat perhatian lebih, satu dan lain hal, karena BUMN misalnya telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia. Salah satu alasan negara berkembang untuk mengadakan BUMN adalah meningkatkan sektor ketenagakerjaan. BUMN Perkebunan yang memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan BUMN lainnya. Karakteristik yang dimaksud adalah dengan jumlah pekerja tetap terbesar dan tersebar diseluruh wilayah Republik Indonesia. Karakteristik lainnya adalah lokasi pekerjaan dari BUMN Perkebunan hidup dan berkembang sebagai suatu masyarakat terintegerasi dalam suatu sistem kemasyarakatan dan sangat membutuhkan perhatian khusus terkait dengan kesejahteraan nya. Masalah dalam penerapan standar kesejahteraan pekerja BUMN Perkebunan menyangkut belum adanya perubahan paradigma memandang posisi pekerja BUMN dan masih banyaknya faktor permasalahan- permasalahan substansi hukum, struktur hukum, kultur hukum serta faktor faktor lain seperti faktor politik, ekonomi perusahaan, budaya, kebiasaan dan faktor regulasi yang sangat memberikan pengaruh dari belum terlaksananya suatu standar kesejahteraan khususnya bagi pekerja di BUMN Perkebunan. Permasalahan Reformasi standar kesejahteraan dari pekerja BUMN Perkebunan menyangkut beberapa hal sebagai parameter dan indikator solusi nya, yaitu : perlu dilaksanakan pembaharuan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan berbagai regulasi internal korporasi yang memperjelas ketentuan dan posisi tenaga kerja di BUMN khususnya BUMN Perkebunan, sehingga seluruh pihak baik pekerja, manajemen perusahaan dan otoritas merubah paradigma dalam memandang posisi pekerja di BUMN Perkebunan, yang selama ini sebagai faktor produksi yang dikendalikan menjadi mitra bagi perusahaan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan dan Negara.

Labor has a leading role in the implementation of company policies in carrying out corporate actions. However, the position of the workforce on company trips, including Plantation SOEs, received less attention. Though protection must receive more attention, one thing after another, because SOEs for example have become part of Indonesia's economic development. One of the reasons developing countries to establish SOEs is to increase the employment sector. Plantation SOEs that have special characteristics compared to other SOEs. The characteristic referred to is the largest number of permanent workers and spread throughout the territory of the Republic of Indonesia. Another characteristic is the location of the work of state-owned plantation companies living and developing as an integrated community in a social system and in dire need of special attention related to its welfare. Problems in the implementation of the welfare standards of Plantation BUMN employees involve the absence of a paradigm shift regarding the position of BUMN employees and the many factors of legal substance, legal structure, legal culture and other factors such as political, corporate economic, cultural, customs and regulatory factors. very influential from the implementation of a welfare standard, especially for workers in Plantation SOEs. Problems with welfare standard reforms of Plantation SOE workers are related to a number of parameters and indicators of the solution, namely: a renewal of the Law on State-Owned Enterprises, Labor Law, and various internal corporate regulations that clarify the conditions and position of workers in SOEs especially Plantation SOEs, so that all parties including workers, company management and authorities change the paradigm in viewing the position of workers in Plantation SOEs, which so far have been controlled factors of production as partners for companies that provide added value to companies and the State.