Show simple item record

dc.contributor.advisorSismudjito
dc.contributor.advisorMunthe, Hadriana Marhaeni
dc.contributor.authorHutagaol, Donald Tagino Tua
dc.date.accessioned2020-11-17T06:28:16Z
dc.date.available2020-11-17T06:28:16Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/29254
dc.description.abstractDi tengah pencitraan yang intensif tentang budaya popular, hedonis dan konsumtif, para remaja mengalami disorientasi karena kurangnya keteladanan dari figur publik. Sayangnya dalam tingkat keluarga, juga terdapat fenomena makin melemahnya ikatan antara orangtua‐anak dan antar anggota keluarga. Kurangnya perhatian orangtua dan lemahnya ikatan emosi orangtua‐anak mengakibatkan remaja cenderung mencari perhatian di luar rumah. Hubungan dengan orangtua yang kurang hangat juga menjadikan remaja kurang kuat dalam menginternalisasi nilai‐nilai moral yang diajarkan sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kenakalan yang dilakukan oleh remaja semakin meningkat. Perilaku menyontek, mencari bocoran soal ujian, membolos, kebut‐kebutan di jalan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh remaja. Berbagai masalah yang terjadi di kalangan siswa, sering membuat sekolah kewalahan untuk mengatasi, sementara pihak keluarga yang seharusnya menjadi pendidik yang utama dan pertama terabaikan, sebagaimana di SMA Negeri 1 Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang sebagai obyek penelitian dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang bermasalah tidak terlepas dari penanaman nilai karakter yang masih kurang dari pihak keluarga dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang sering muncul adalah kurangnya interaksi sosial antara siswa dengan orangtua karena masalah ekonomi. Durkheim membantu menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang ditetapkan, untuk bisa menjadi pribadi yang bermoral yang pertama adalah disiplin; kedua adalah keterikatan pada kelompok; ketiga adalah otonomi. Ketiga unsur ini dibutuhkan setiap individu untuk bisa menjadi pribadi yang bermoral. Lebih jauh lagi Berger dan Luckman berpendapat bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia, walaupun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya semua dibentuk dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas dapat terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain, yang memiliki definisi subjektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidup menyeluruh yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial, serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Saran keluarga diharapkan lebih peduli dan secara intensif mekontruksikan nilai-nilai moral dalam keluarga kepada anak melalui kegiatan bersama.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPendidikan karakteren_US
dc.subjectKeluargaen_US
dc.subjectSekolahen_US
dc.subjectKontruksi Sosialen_US
dc.titleKonstruksi Sosialpendidikan Karakter Siswa Bermasalah Dalam Keluarga Dan Sekolah Di Sma Negeri 1 Kutalimbaru Deli Serdangen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM167047002
dc.description.pages124 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record