Lembaga Ulama dalam Hukum Tata Negara: Studi Sosio-Legal Pergeseran Peran Lembaga Ulama dalam Pemerintahan Aceh
View/ Open
Date
2019Author
Sari, Elidar
Advisor(s)
Jalil, Husni
Thaib, Hasballah
Nasution, Faisal Akbar
Metadata
Show full item recordAbstract
The role of scholars in national law and politics is getting bigger, and even
inseparable from political, economic, social, cultural, legal and security life. For this
reason, there is a need to reposition the role of scholars in national law and
politics. Religious spirit and spirit in national law and politics today have been
intertwined so strongly, then state law must be revived which accommodates the role
of scholars more significantly.
The problem in this study was to try to see how the role of scholars institutions
in Aceh, as a result of the shifting role of the former scholars institutions now and
why the role of scholars institutions in Aceh did not get an equal position with the
government, even though scholars and institutions were highly valued.
The methods used in this dissertation is to use this kind of research qualitatif
with the normative approach and use of socio legal assessment by looking at history
and is associated with the rule of constitutional law in Indonesia in general, Aceh
particularly.
The results showed that there had been a shift in the role of the scholars
institution in Aceh and consequently the authority of the scholars institution which
had been formalized with Law No. 44 of 1999 concerning the Privileges of Aceh to
not be so instrumental in government. Scholars institutions in Aceh, namely the
Scholars Consultative Assembly (MPU), could truly be equal partners of the Aceh
government by listening to and asking for advice, criticism and consideration of the
implementation of Islamic Sharia in Aceh and the scholars institution was given the
authority to determine its own budgetary needs. For this reason, as scholars must have
responsibility in accordance with the demands of religion to meet the needs of the
community. The function of religion articulated and aggregated by scholars is very
important for the realization of the nomocracy system in Indonesia. By using the method of socio-legal-historical studies, as well as legal anthropology, this research
produces a conclusion about the nomocracy system in administrative law Indonesia
which is currently heavily influenced by liberal democracy.
Suggestions can be given is to revise Act Number 44 of 1999 concerning
binding efforts from suggestions and criticisms of scholars institutions, as well as the
freedom of scholars institutions in determining the budget of their own needs so that
the independent nature of these institutions is higher and the role of scholars
institutions can really be aligned with the Aceh government. Peran ulama dalam hukum dan perpolitikan nasional semakin membesar, dan
bahkan sudah tak terpisahkan dari kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum
dan keamanan. Untuk itu, perlu adanya reposisi peran ulama dalam hukum dan
perpolitikan nasional. Jiwa dan semangat keagamaan dalam hukum dan perpolitikan
nasional dewasa ini telah berkelindan demikian kuat, maka harus dihidupkan kembali
hukum tata-negara yang mengakomodasikan peran ulama secara lebih signifikan.
Permasalah dalam penelitian ini adalah mencoba melihat bagaimana peran
lembaga ulama dalam pemerintahan di Aceh, akibat pergeseran peran lembaga ulama
dahulu dengan sekarang dan kenapa peran lembaga ulama di Aceh tidak mendapatkan
posisi yang sejajar dengan pemerintahan, padahal dulunya ulama dan lembaganya
sangat dihargai.
Metode yang dipakai pada disertasi ini adalah menggunakan jenis penelitian
kwalitatif dengan pendekatan normatif dan menggunakan kajian sosio legal dengan
melihat sejarah dan dikaitkan dengan aturan hukum tata negara di Indonesia pada
umumnya, Aceh pada khususnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran peran lembaga
ulama di Aceh dan akibatnya adalah kewibawaan lembaga ulama yang telah
diformalisasi dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan
Aceh menjadi tidak begitu berperan dalam pemerintahan. Seharusnya lembaga ulama
di Aceh yaitu Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) bisa benar-benar menjadi mitra
sejajar pemerintahan Aceh dengan mendengarkan dan meminta saran, kritikan dan
pertimbangan tentang pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dan lembaga ulama diberi
kewenangan untuk menentukan kebutuhan anggarannya sendiri. Untuk itu, sebagai
ulama harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tuntutan agama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Fungsi agama yang diartikulasikan dan diagregasi oleh para
ulama sangat penting demi terwujudnya sistem nomokrasi di Indonesia. Dengan
menggunakan metode kajian sosio-legal-historis, dan juga legal antropologis, penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan tentang sistem nomokrasi dalam
hukum tata-negara Indonesia yang saat ini sangat terpengaruh oleh demokrasi liberal.
Saran yang dapat diberikan adalah agar merevisi undang-undang nomor 44
tahun 1999 tentang upaya mengikat dari saran dan kritikan lembaga ulama, serta
kebebasan lembaga ulama dalam menentukan anggaran kebutuhan lembaga sendiri
sehingga sifat independen lembaga ini semakin tinggi dan peran lembaga ulama dapat
benar-benar disejajarkan dengan pemerintahan Aceh.
Collections
- Doctoral Dissertations [147]