Show simple item record

dc.contributor.advisorNababan, Kristo A.
dc.contributor.advisorRoesyanto, Irma D.
dc.contributor.authorHernita, Sharma
dc.date.accessioned2021-07-12T03:44:50Z
dc.date.available2021-07-12T03:44:50Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/35424
dc.description.abstractDermatitis kontak terhadap nikel merupakan masalah yang semakin lama semakin berkembang dan semakin banyak dijumpai.1,2 Terbukti selama sepuluh tahun terakhir ini frekuensi dari dermatitis kontak nikel semakin lama semakin meningkat.3 Marigo dan Nouer (2003), melaporkan bahwa diperkirakan sekitar 15% sampai 30% penduduk Amerika dan Eropa menderita dermatitis kontak nikel.3 Berdasarkan penelitian dari Thyssen dan Maibach (2008), dilaporkan bahwa hasil dari uji tempel terhadap nikel yang dilakukan pada 400 penduduk Amerika, dijumpai hasil positif terhadap nikel pada 5,8% dewasa dan 12,9% anak-anak.1 Pada populasi secara umum, dilaporkan sekitar 7% - 28% populasi alergi terhadap nikel, dengan perbandingan antara pria dan wanita 1:8.2,3 Menurut penelitian Rui, Bovenzi dan Prodi (2009) di Italia, dermatitis kontak alergi nikel ini paling banyak dijumpai pada wanita dengan kelompok usia antara 26-35 tahun, bila dibandingkan dengan kelompok usia muda (15-25 tahun) dan usia tua (diatas 45 tahun).4 Maibach dan Menne (1989), melaporkan bahwa Nikel adalah penyebab tersering dermatitis kontak pada beberapa negara.4 Sedangkan Boscolo (1999) melaporkan bahwa pada Negara-negara industri, kira-kira 8-14% wanita dan 1-2% pria tersensitisasi oleh nikel.5 Sedangkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Schubert dan Berova terhadap 8 klinik di 5 negara, didapatkan bahwa dermatitis kontak alergi nikel dijumpai sebanyak 176 kasus (7,3%), dimana 19 kasus adalah pria dan sisanya sebanyak 157 kasus adalah wanita dan sebagian besar kasus disebabkan karena pemakaian perhiasan imitasi (31,8%), jam tangan (23,3%) dan kancing celana (3,4%).5 Di Jakarta sejak 10 tahun terakhir, nikel selalu menduduki peringkat teratas sebagai penyebab dermatitis kontak yaitu ± sebesar 59%. Sedangkan di kota Medan, data yang didapat dari penelitian sebelumnya tentang prevalensi dermatitis kontak nikel sejak tahun 1992 – 1994, dijumpai bahwa nikel menduduki peringkat keempat sebagai penyebab dermatitis kontak alergi, namun pada tahun 1997 nikel menduduki tempat teratas sebagai penyebab dermatitis kontak alergi, yaitu sebesar 45%.6 Menurut penelitian yang dilakukan Roesyanto-Mahadi (1992) tentang alergen terbanyak yang menjadi penyebab dermatitis kontak di RS. Dr. Pirngadi pada tahun 1991-1992 yang dilakukan pada 114 penderita dengan sangkaan dermatitis kontak, didapatkan hasil nickel sulphate 5% sebagai alergen penyebab dermatitis kontak terbanyak, yaitu sebanyak 26 pasien (22,81%).7 Di RSUP H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dan imunologi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak alergi. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Sedangkan selama bulan Juli 2009 – Oktober 2010 terdapat 905 pasien di poliklinik alergi dan imunologi, 714 pasien (78,8%) menderita dermatitis kontak alergi dan dari 36 pasien yang dilakukan uji tempel, 11 pasien positif terhadap alergi terhadap nikel.(data tidak dipublikasikan,Desember,2010)en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKadar Interleukin-5 (IL-5)en_US
dc.subjectSerumen_US
dc.subjectDerajat Kepositifan Uji Tempelen_US
dc.subjectDermatitis Kontaken_US
dc.subjectNikelen_US
dc.titleHubungan antara Kadar Interleukin-5 (IL-5) dalam Serum dengan Derajat Kepositifan Uji Tempel pada Penderita Dermatitis Kontak Nikelen_US
dc.typeThesisen_US
dc.description.pages71 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record