Show simple item record

dc.contributor.advisorNasution, Bismar
dc.contributor.advisorNasution, Sanwani
dc.contributor.advisorSitompul, Zulkarnain
dc.contributor.authorSagala, Parluhutan
dc.date.accessioned2021-07-21T03:38:00Z
dc.date.available2021-07-21T03:38:00Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/36906
dc.description.abstractKonsentrasi kepemilikan saham pemerintah pada BUMN telah menimbulkan permasalahan yang cukup rumit dan signifikan, terutama dalam kaitannya dengan efektivitas pengawasan internal dan eksternal. Oleh sebab itulah program privatisasi di Indonesia pada tahapan selanjutnya harus diartikan sebagai upaya untuk menghilangkan konsentrasi kepemilikan tersebut baik oleh negara melalui pengelolaan pemerintah maupun pihak swasta. Tujuannya adalah agar program privatisasi bukan semata-mata merupakan pengalihan konsentrasi kepemilikan perusahaan, oleh pemerintah menjadi oleh swasta . Dalam sistem pengelolaan perusahaan, efektivitas pengawasan sangat terkait erat dengan bentuk dan struktur kepemilikan perusahaan. Bentuk dan struktur kepemilikan perusahaan merupakan bagian penting dalam upaya mewujudkan perusahaan yang sehat dan efisien. Konsentrasi kepemilikan perusahaan memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam pengurusan dan pengelolaan perusahaan. Hal ini antara lain mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang berfungsi. Misalnya, komisaris yang fungsinya sebagai pengawas perusahaan menjadi tidak efektif, padahal komisaris memiliki peran strategis dalam pengawasan jalannya suatu perusahaan. Inefisiensi dan ketidaksehatan suatu perusahaan antara lain disebabkan oleh dominasi pemilik sehingga komisaris bersikap pasif dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan. Penyebaran kepemilikan saham dengan cara pemecahan kepemilikan terkonsentrasi agar menjadi kepemilikan tersebar untuk menciptakan perusahaan yang sehat dan efisien, setidak-tidaknya berdasarkan 4 (empat) alasan: (1) Privatisasi tidak menjamin peningkatan kinerja perusahaan; (2) Pemusatan kepemilikan pemerintah pada suatu perusahaan cenderung membuat kinerja perusahaan jelek; (3) Kepemilikan mutlak oleh swasta jauh lebih riskan (berbahaya) dari kepemilikan mutlak pemerintah; (4) Kinerja perusahaan dapat meningkat dengan kepemilikan tersebar karena dengan kepemilikan tersebar oleh masyarakat akan menciptakan pengawasan yang efektif (market discipline) dan perusahaan akan dikelola secara profesional dengan penerapan good corporate governance (GCG). Dalam hal kemampuan menguasai (retained power), pada kasus-kasus tertentu, menetapkan hak tetap memiliki saham emas (golden share) maksimal sebesar 10 (sepuluh) persen, namun terbatas untuk hal-hal tertentu atau transaksi di mana kebijakan pemerintah untuk memiliki hak veto, dan/atau menetapkan suatu mekanisme untuk membuat kebijakan pengaturan penting dan kewenangan untuk membatasi penyimpangan kekuatan monopoli. Dengan demikian jumlah saham pemerintah yang disebar kepada publik minimal sebesar 90 (sembilan puluh) persen.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKepemilikan Saham Pemerintah pada BUMNen_US
dc.subjectPenyebaranen_US
dc.subjectPerusahaan yang Sehat dan Efisienen_US
dc.titlePenyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Sehat dan Efisienen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nim0681010001
dc.description.pages458 Halamanen_US
dc.description.typeDisertasi Doktoren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record