Merokok dengan Gangguan Pendengaran

Abstract

Objective : Aimed of this study is to evaluate the auditory function with otoaccoustic emission examination (1000, 2000 and 4000 Hz) and pure tone audiometry (500, 1000, 2000 and 4000 Hz) both in bone and air conduction. Material and method : Total of 50 subjects, consist of 25 smokers and 25 non-smokers as a comparison, were interviewed and filled out questionnaires. All of subject underwent a tympanometry examination before otoacoustic emissions and pure tone audiometry examinations to rule out middle ear pathology. Result : There was a significant correlation between smoking habit and otoacoustic emission result (p <0,001) and there was a significant difference of Signal to Noise Ratio (SNR) value between smoker and nonsmoker at 2000 Hz frequency. The average hearing threshold of smokers was 23.32 dB (95% CI 20.91-25.73), higher than nonsmokers. There is no compatibility between the result of otoacoustic emission and pure tone audiometry examination. Conclusion : There is a relationship between smoking habits with hearing impairment and otoacoustic emission examination is a more sensitive examination of the hearing function of the smokers than pure tone audiometry.

Objektif : Pada penelitian ini kami melihat fungsi pendengaran dengan pemeriksaan emisi otoakustik pada 3 frekuensi, yaitu 1000, 2000 dan 3000 Hz serta audiometri nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz pada hantaran tulang dan udara. Material dan Metode: Sebanyak 50 subyek penelitian, terdiri dari 25 perokok dan 25 bukan perokok sebagai pembanding, diwawancarai dan mengisi kuesioner. Dilakukan pemeriksaan timpanometri pada seluruh subyek sebelum dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik dan audiometri nada murni untuk menyingkirkan adanya patologi telinga tengah. Hasil : Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan hasil emisi otoakustik (p<0,001) serta terdapat perbedaan yang signifikan nilai Signal to Noise Ratio (SNR) perokok dibandingkan dengan bukan perokok pada frekuensi 2000 Hz. Rerata ambang dengar perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok yaitu 23,32 dB (95% CI 20,91-25,73) pada perokok, serta tidak terdapat kesesuaian hasil pemeriksaan emisi otoakustik dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan pendengaran dan pemeriksaan emisi otoakustik merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif terhadap fungsi pendengaran perokok dibandingkan audiometri nada murni.