Show simple item record

dc.contributor.advisorHamid, Bauni
dc.contributor.advisorEddy, Firman
dc.contributor.authorMirahayu Ifani, Sylviana
dc.date.accessioned2021-08-20T08:04:39Z
dc.date.available2021-08-20T08:04:39Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/40829
dc.description.abstractThe Gayo are a tribe in the highland region of Aceh Province which reside in the side of Bukit Barisan mountain range and a crater lake called Lut Tawar. The mountainous area of the Gayo highlands with an altitude of 600-1,800 meters above sea level has been well-known worldwide for its high quality coffee. However, little is known about its vernacular architecture even among Indonesians. Caused mainly by numerous exploration toward its nature resource, Takéngën as the main city of the Gayo people has experienced rapid change for years which affected its architectural appearance. Traditional houses were evolved by a community centered on paddy farming, a number of rituals were connected to them, their spatial use was assigning certain spaces to each gender, and they were built from local materials, mainly wood. The contemporary houses show different properties: The building type has developed based on practical activity related to coffee farming, the space within the house is used more uniformly regarding the genders, and modern materials are used. Yet, the contemporary society still shows the need to maintain some traditions in seeking their cultural identity. Thus, the study aims to find a set of guidelines for cultural-contemporary houses in Takéngën. This paper uses qualitative methods to analyse the connection between traditional culture and its architectural form and to find which architectural form can still be implemented in the design of contemporary houses. Literature review, questionnaire surveys, and in-depth interviews were conducted to collect data, including the perception of Gayo people of traditional and contemporary houses. It is found that there are certain traditional sociocultural factors which are still present in the life cycle of contemporary Gayo society that affect the amount of their approval towards a specific house design. There are specific properties which need to be accommodated. As a result, a set of guidelines for culturalcontemporary houses in Takéngën is presented to assist planners, academics and policy makers in providing housing concepts which can fulfil the requirements of contemporary residents without losing their cultural identity.en_US
dc.description.abstractSuku Gayo merupakan suku yang mendiami dataran tinggi provinsi Aceh, tepatnya di sekitar pegunungan Bukit Barisan dan danau kawah Lut Tawar. Area berbukit dataran tinggi Gayo dengan ketinggian 600-1.800 meter di atas permukaan laut dikenal luas akan kopinya yang berkualitas tinggi.Di sisi lain, tidak banyak yang mengetahui tentang arsitektur vernakular Gayo bahkan dikalangan orang Indonesia sendiri. Sejumlah eksplorasi terhadap potensi sumber daya alamnya menyebabkan Takéngën sebagai kota pusat perkumpulan masyarakat Gayo mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan hal ini juga mempengaruhi wajah arsitekturnya. Rumah tradisional Gayo adalah rumah yang muncul dari kebudayaan masyarakat tradisionalnya yang memusatkan aktivitas pada pertanian padi dan ritual kepercayaan turun temurun. Peruntukan ruang pada rumah tradisional dibedakan menurut gender, serta material rumah bersumber dari bahan baku lokal, utamanya kayu. Rumah kontemporer menunjukkan ciri yang berbeda: jenis bangunan berkembang berdasarkan aktivitas praktis, terdapat generalisasi gender dalam peruntukan ruang, serta material yang digunakan adalah material modern. Meski demikian, masyarakat kontemporer masih menunjukkan kebutuhan akan ruang yang dapat mengakomodasi aktivitas tradisional tertentu yang masih mereka jalankan hingga saat ini. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk menemukan acuan desain bagi rumah kontemporer yang mengandung kearifan lokal di Takéngën. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa hubungan antara budaya tradisional dengan bentukan arsitekturnya, dan untuk menemukan bentukan arsitektur apa saja yang masih relevan untuk diterapkan dalam desain rumah kontemporer. Kajian literatur, survei kuisioner, dan wawancara terarah dilakukan untuk mengumpulkan data, termasuk persepsi masyarakat Gayo terhadap rumah-rumah tradisional dan kontemporer. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa masih terdapat beberapa aktivitas kebudayaan tradisional dalam siklus hidup masyarakat Gayo kontemporer, dan hal tersebut mempengaruhi tingkat penerimaan mereka terhadap desain rumah tinggal. Hasil akhir penelitian ini adalah acuan desain untuk rumah kontemporer yang memiliki kearifan lokal Gayo di Takéngën. Acuan desain ini diharapkan dapat membantu para perencana, akademisi, dan pembuat kebijakan dalam menyediakan konsep rumah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer tanpa kehilangan identitas budaya mereka.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectvernacular architecture,en_US
dc.subjecttraditional-contemporary house,en_US
dc.subjectGayoen_US
dc.titleKajian Arsitektur Tradisional sebagai Acuan Desain Rumah Tinggal Kontemporer (Studi Kasus: Arsitektur Vernakular Gayo Lut di Kota Takéngën)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM127020009
dc.description.pages163 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record