Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Kekerasan (Studi di Kota Palembang)
View/ Open
Date
2006Author
Mulyadi, Mahmud
Advisor(s)
Harkrisnowo, Harkristuti
Pelly, Usman
Syahrin, Alvi
Metadata
Show full item recordAbstract
The rate of violent crime occurred in Palembang in the period of five years is still relatively high (6.813 cases). This number makes 6% of all reported violent crimes happened in Indonesia (115.238 cases). The above number is not yet comparable to the success of law upholders in revealing only 45% (3.049) of the cases of violent crimes in Palembang. Besides, adagiums and tradition of bringing sharp weapon existing In the society of Palembang tend to generate violent crime. In the end, this high rate of violent crime in Palembang can inflict loss either in terms of property, lives or dignity to the society. Therefore, criminal policy is needed to guarantee the security and order for the people of Palembang. Through normative juridical and sociological juridical approaches, this study examines (1) the factors correlated to the high level of violent crime in Palembang; (2) the pattern of criminal policy which have been being implemented In Palembang and its implication In the society; and (3) the pattern of criminal policy which is appropriate to be implemented In Palembang in future. The primary data were obtained through Interviews (field work) and the secondary data were collected through library research. The informants for this study are the police officers assigned at Palembang Police Department (Kepolisian Kota Besar Palembang) and its five most dangerous precincts (Polsekta), the officers of Palembang State Prosecution Judidary, Pafembang State Court of Justice, Sumatera Selatan Appellate Court, and Palembang Penitentiary, the inmates of Palembang Penitentiary, the officers of City Government of Palembang, the members of Palembang House of Representatives, the experts in criminal law, anthropologists, sociologists, psychologists, the lawyers of Palembang Legal Aids, Religious Prominent Leaders and Public Prominent Figures. All the data obtained were qualitatively analyzed. The finding of this study reveals that the correlative factor of violent crime In Palembang is related to the factors of emotion (being easily offended), economic need, strong drinks (alcohol) and pornography. The factor of emotion (being easily offended) has a dominant Influence In generating aggravated assault and murder. The factor of economic need has a dominant Influence in generating robbery. The factors of alcohol and pornography have dominant influence in generating raping. The criminal policy of violent crime being Implemented in Palembang uses two approaches - non penal policy and penal policy. These two approaches have not been Implemented in an Integrative way and the mutual vision on Criminal Policy In the attempt of coping with violent crime in Palembang Is not yet available. The program of criminal policy Implementation Is partially implemented without any intensive coordination between law upholders and other any government agencies. The criminal policy of violent crime to be implemented in Palembang in the future should be initiated by formulating the mutual vision on criminal policy. Formulating this mutual vision should start with the correlative factors of the incidence of violent crime in Palembang. For the people of Indonesia, especially those of Palembang who practice the religious communal values in their daily lives, the non penal policy needs to be prioritized and more intensified than penal policy. This prioritization of non penal policy approach is intended to encourage and create a conducive pre-condition of life of the people of Palembang in coping with violent crime in the future. In line with the implementation of non penal policy approach, the implementation of penal policy approach is still going on through the mechanism of criminal judicature. In general, these two approaches remain integrated under the vision of criminal policy. It is recommended that the City Government of Palembang and the other policy makers need to pay a good attention to the correlative factors and local wisdom in their attempt of coping with violent crime in Palembang. In addition, interdisciplinary cooperation in studying and providing insights of how to cope with violent crime in Palembang also needs to be developed. Therefore, a further interdisciplinary study also needs to be carried out to comprehensively reveal the root of crime occurring in the life of society. Angka Kejahatan kekerasan yang terjadi di kota Palembang dalam kurun waktu lima tahun masih relatif tinggi yaitu sebesar 6.813 kasus. Jumlah ini merupakan 6% dari jumlah keseluruhan kejahatan kekerasan yang dilaporkan di Indonesia (115.238 kasus). Jumlah di atas belum sebanding dengan keberhasilan aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus kejahatan kekerasan di Kota Palembang, yaitu hanya sebesar 45% (3.049 kasus). Di samping itu, terdapat adagium-adagium di masyarakat Kota Palembang dan budaya membawa senjata tajam yang cenderung dapat melahirkan kejahatan kekerasan. Tingginya angka kejahatan kekerasan di Kota Palemmbang ini pada akhirnya dapat menimbulkan akibat yang merugikan masyarakat, baik korban harta dan jiwa serta kehormatan, maupun rusaknya tatanan kehidupan sosial yang selama ini dijunjung tinggi. Oleh karena itu perlu kebijakan penanggulangan kejahatan di masa depan untuk menjamin keamanan dan ketertiban kehidupan masyarakatKota Palembang. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Faktor-faktor apakah yang memiliki korelasi dengan tingginya kejahatan kekerasan di kota Palembang; (2) Pola kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan bagaimanakah yang selama ini dilaksanakan di kota Palembang dan apa implikasinya dan (3) Kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan bagaimanakah yang sebaiknya dilaksanakan di kota Palembang di masa depan. Untuk menjawab permasalahan di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui studi lapangan dan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Informan dalam penelitian ini terdiri atas kepolisian Kota Besar Palembang dan lima Polsekta yang paling rawan di jajaran Poltabes Palembang, kejaksaan negeri Palembang, Pengadilan Negeri Palembang, Pengadilan tinggi Sumatera Selatan, petugas Lemabaga Pemasyarakatan Klas I Palembang, narapidana di Lapas Klas I Palembang, Pemerintah Kota Palembang, DPRD Kota Palembang, pakar hokum pidana, antropoloq, sosloloq, psikolog, LBH Palembang, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Keseluruhan data dianalisa secara kualitatif. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa faktor korelatif kejahatan kekerasan di Kota Palembang berkaitan dengan faktor emosional (ketersinggungan), faktor kebutuhan ekonomi, faktor minuman keras dan pornografi. Faktor emosional (ketersinggungan) dominan berpengaruh untuk terjadinya kejahatan penganiayaan berat dan pembunuhan. Faktor kebutuhan ekonomi dominan berpengaruh terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan. Sedangkan faktor minuman keras dan pornografi dominan mempengaruhi terjadinya kejahatan perkosaan. Kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan yang dilaksanakan selama ini di Kota palembang menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan non penal policy dan pendekatan penal policy. Kedua pendekatan ini belum dilaksanakan secara terpadu dan belum adanya visi bersama mengenai Criminal Policy dalam upaya penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Program penanggulangan kejahatan masih berjalan parsial tanpa adanya koordinasi yang intensif antara aparat penegak hukum dengan instansi pemerintah kota lainnya. Kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang di masa depan diawali dengan perumusan visi bersama mengenai criminal policy di Kota Palembang. Perumusan visi bersama ini harus bertitik tolak dari faktor-faktor korelatifnya terjadinya kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Khusus untuk kondisi bangsa Indonesia, terutama masyarakat Kota Palembang yang punya nilai-nilai komunal religius, maka pendekatan non penal policy perlu diutamakan dan diintesifkan dari pendekatan penal policy. Pengutamaan pendekatan non penal policy ini dimaksudkan untuk mendorong dan menciptakan prakondisi kehidupan masyarakat Palembang yang kondusif bagi upaya penanggulangan kejahatan kekerasan di masa depan. Seiring dengan upaya non penal policy ini, maka upaya penal policy terus berjalan melalui mekanisme peradilan pidana. Secara keseluruhan kedua pendekatan ini tetap terpadu di bawah payung visi criminal policy. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota Palembang dan pengambil kebijakan lainnya perlu memperhatikan faktor-faktor korelatif dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam upaya penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Di samping itu perlu dibangun kerjasama antar disiplin ilmu dalam mengkaji dan memberikan masukan bagi upaya penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Oleh karena itu perlu juga penelitian lebih lanjut dari berbagai disiplin ilmu ini untuk mengungkap secara komprehensif akar kejahatan yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat.
Collections
- Doctoral Dissertations [147]