Pengembangan Ide Individualisasi Pidana dalam Pembinaan Narapidana Wanita (Studi Pembinaan Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan)
View/ Open
Date
2007Author
Suwarto
Advisor(s)
Loqman, Loebby
Dirdjosisworo, Soejono
Syahrin, Alvi
Metadata
Show full item recordAbstract
In the framework of system renovation and penitentiary criminal implementation, in 1964, the term of penitentiary system gas been changed into socialization system and that of prison into socialization institution. The treatment to wards the prisoners is based on the socialization system, it aims to make the prisoners become good and responsible citizens realizing their past mistakes and will never do the illegal activities anymore. In law No. 12/1995 on Socialization, the Criminal Individualization Idea is portrayed in the Article 12 showing that the improvement of prisoners should be based on age, sex, kinds of crime conducted and the length of the sentence decided. But, in reality, the improvement of prisoners based on the criminal individualization idea has not yet been fully implemented since the penitentiary building cannot house the existing number of prisoners. In terms of sex, separated penitentiaries for women and men have been built and activated. The purpose of this analytical descriptive study with normative juridical and sociological juridical approaches, conducted in the Women Penitentiary Class II-A Tanjung Gusta Medan, was to examine how the criminal individualization idea found in the legislation is regulated, to analyze the implementation of the improvement of prisoners in the women penitentiary and the future development of the criminal individualization idea. The data for this study were obtained through field and documentary researches and the data obtained were qualitatively analyzed. The result of this study reveals that the improvement of women prisoners based on the criminal individual idea has not been fully implemented yet as regulated in Chapter 12 the law No. 12 of 1995 on Socialization to be improved and adjusted. This is largely due to small capacities of the penitentiaries, minimal facilities and infrastructures and inadequate human resources. This condition makes the criminal individualization idea need to be developed in improving women prisoners by providing a penitentiary building which matches the number of prisoners and the system, method, and form of improvement program should meet the prisoners’ needs. The quantity and quality of penitentiary officials should be improved. Community and private participation in improving the prisoners should also be improved and the open penitentiary should be provided. It is expected that the Department of Law and Human Rights makes a policy to increase the number of qualified penitentiary officials according to the field needed. A women penitentiary need to be constructed in every province of Indonesia and the cooperation between the government and private companies in improving the prisoners to be self-reliant also need to be established. Prisoners with the sentence of less than a year can be placed in the open penitentiary and work for a government or private institution and a special rehabilitation center for narcotics also need to be established. Dalam rangka pembaharuan sistem dan pelaksanaan pidana penjara, maka pada tahun 1964 istilah sistem kepenjaraan telah diubah menjadi sistem pemasyarakatan, dan istilah penjara diganti menjadi lembaga pemasyarakatan. Demikian pula dalam hal perlakuan terhadap narapidana mengalami perubahan dari pembalasan menjadi pembinaan. Oleh karena pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan bertujuan agar narapidana menjadi warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, menyadari kesalahan dan tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, Ide Individualisasi Pidana tercermin dari ketentuan Pasal 12 yang menghendaki agar pembinaan narapidana didasarkan atas umur, jenis kelamin, jenis kejahatan, dan lamanya pidana yang dijatuhkan. Namun dalam kenyataannya pembinaan narapidana berdasarkan ide indvidualisasi pidana belum terlaksana, mengingat bangunan pemasyarakatan belum mampu menampung jumlah narapidana, sehingga tidak dapat dilaksanakannya pembinaan berdasarkan karakteristik narapidana, baik dari segi umur, jenis kejahatan, dan lamanya pidana yang dijatuhkan. Tetapi dari segi jenis kelamin narapidana telah ada pemisahan antara lembaga pemasyarakatan wanita dan lembaga pemasyarakatan laki-laki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan ide individualisasi pidana dalam peraturan perundang-undangan, dan menganalisis tentang pelaksanaannya dalam pembinaan narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan, serta pengembangan ide individualisasi pidana di masa yang akan datang. Untuk mengkaji hal-hal tersebut di atas, dilakukan penelitian dalam bentuk deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian adalah Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.Pengumpulan data dilakukan melalui field research dan documentary research. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana wanita berdasarkan ide individualisasi pidana belum terlaksana sepenuhnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Hal ini disebabkan daya tampung lembaga pemasyarakatan yang sangat minim, kurangnya sarana dan prasarana, serta kurangnya sumber daya manusia. Untuk itu pada masa mendatang perlu dikembangkan ide individualisasi pidana dalam pembinaan narapidana wanita berupa bangunan lembaga pemasyarakatan ditingkatkan dan disesuaikan dengan kapasitas narapidana, metode dan bentuk atau program pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan belajar narapidana, meningkatkan kuantitas dan kualitas petugas lembaga pemasyarakatan, peranserta masyarakat dan pihak swasta dalam pembinaan narapidana serta adanya lembaga pemasyarakatan terbuka. Diharapkan adanya kebijakan Departemen Hukum dan HAM untuk menambah petugas lembaga pemasyarakatan yang berkualitas dan sesuai dengan bidang yang diperlukan. Di samping itu perlu dibangun lembaga pemasyarakatan wanita di setiap propinsi, dan perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dalam pembinaan narapidana. Juga diperlukan sukarelawan untuk membimbing dan melatih mantan narapidana agar dapat hidup mandiri. Untuk narapidana yang hukumannya dibawah 1 (satu) tahun dapat ditempatkan di lembaga pemasyarakatan terbuka atau dikaryakan pada lembaga pemerintah maupun swasta, serta perlu dibangun lembaga pemasyarakatan khusus narkotika dan pusat rehabilitasinya.
Collections
- Doctoral Dissertations [147]