Show simple item record

dc.contributor.advisorTakari, Muhammad
dc.contributor.advisorMukhtar, Muhizar
dc.contributor.authorSuharyanto
dc.date.accessioned2021-10-05T05:27:36Z
dc.date.available2021-10-05T05:27:36Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/44231
dc.description.abstractThis thesis entitled Ketoprak Dor in North Sumatra: Performance Analysis, Textual, and Music. The purpose of this research is to study and get the research result from three aspects of Ketoprak Dor with focus on Langen Setia Budi Lestari group: (a) show, (b) textual, and (c) musical structure. To examine these three aspects, the researcher uses field research methods that act as participant observers, by interviewing, recording data in the form of audiovisual, visual, and data analysis. This research also uses qualitative method by selecting some key informants. To review the show used the semiotics teri of Pavis show, Kozwan, de Saussure and Pierce. To study the textual performance of Ketoprak Dor Sumatera Utara, the researcher uses Halliday's semiotic theory. Next to study the musical structure used to accompany scenes of Ketoprak Dor used the weighted scale theory. From the side of (a) the performance structure, Ketoprak Dor show consists of the first scene, the second scene, the third scene, the fourth scene, the fifth scene and the sixth scene consisting of the introductory / exposition, incident start / combat, ice breaking, climax / Crisis (turning point) and settlement / falling action. The costumes worn by players are also a form of assimilation of Middle Eastern cultures (turkish) and Portuguese. Then viewed the textual (B) aspect, the language used is Javanese krama and ngoko, the language of intermingling between Javanese, Malay, Karo, and local ethnic. If the scene is performed inside the royal court the players are required to use Javanese manners in their conversation dialogue. Conversely, if the scene is done outside the royal palace, free players dialogue using rough Java language, Malay karo even there are many uses of local languages (slang). From the point of view of music structure, Dor ketoprak music is divided into 3 (three) main parts of Panembromo music or music for opening show, sampak or main melody motif to change every scene of performances and music "perfunctory" or " Like "used for fight scenes.en_US
dc.description.abstractTesis ini berjudul Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual, dan Musik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan mendapatkan hasil penelitian dari tiga aspek Ketoprak Dor dengan fokus perhatian pada kelompok Langen Setia Budi Lestari, yaitu: (a) pertunjukan, (b) tekstual, dan (c) struktur musikal. Untuk mengkaji ketiga aspek tersebut peneliti menggunakan metode penelitian lapangan yang bertindak sebagai pengamat partisipan (participant observer), dengan melakukan wawancara, perekaman data dalam bentuk audiovisual, visual, dan analisis data. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan memilih beberapa informan kunci. Untuk mengkaji pertunjukan digunakan teri semiotik pertunjukan Pavis, Kozwan, de Saussure dan Pierce. Untuk mengkaji tekstual pada pertunjukan Ketoprak Dor Sumatera Utara, peneliti menggunakan teori semiotik bahasa Halliday. Seterusnya untuk mengkaji struktur musik yang digunakan mengiringi adegan Ketoprak Dor digunakan teori weighted scale. Dari sisi (A) struktur pertunjukan, pertunjukan Ketoprak Dor terdiri atas adegan pertama, adegan kedua, adegan ketiga, adegan keempat, adegan kelima dan adegan keenam yang terdiri atas babak perkenalan/Eksposisi, Insiden permulaan/komplikasi, lawakan/ice breaking, klimaks/krisis (turning point) dan penyelesaian/falling action. Kostum yang dipakai oleh pemain juga merupakan bentuk asimilasi budaya timur tengah (turki) dan Portugis. Kemudian dilihat aspek (B) tekstual, bahasa yang digunakan adalah Jawa krama dan ngoko, bahasa pembauran antara bahasa Jawa, Melayu, Karo, dan etnis setempat. Jika adegan pertunjukan dilakukan didalam lingkungan istana kerajaan para pemain diharuskan untuk menggunakan bahasa Jawa krama dalam dialog percakapannya. Sebaliknya jika adegan dilakukan diluar istana kerajaan, pemain bebas berdialog dengan menggunakan bahasa Jawa kasar, Melayu karo bahkan banyak sekali terdapat penggunaan bahasa lokal (slang). Dari sudut kajian (C) struktur musik, musik Ketoprak Dor dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu musik Panembromo atau musik untuk pembuka pertunjukan, sampak atau motif melodi utama untuk pergantian setiap adegan pertunjukan dan musik “asal-asalan” atau “suka-suka” yang digunakan untuk adegan perkelahian.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKetoprak Doren_US
dc.subjectJawa Delien_US
dc.subjectTekstualen_US
dc.subjectPanembromoen_US
dc.subjectSampaken_US
dc.titleKetoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual, dan Musiken_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM157037004
dc.description.pages312 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record