Analisis Pasangan Calon Tunggal dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Pematang Siantar Tahun 2020
Abstract
Tesis ini menganalisis pasangan calon tunggal dalam pemilihan umum kepala daerah Kota Pematang Siantar tahun 2020. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengapa terjadi pasangan calon tunggal di Kota Pematang Siantar. Legalitas Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 100/PUU-XII/2015 merupakan kekuatan hukum untuk menegakkan makna demokrasi dalam konstestasi politik dalam hal ini pemilihan kepala daerah. Disamping itu esensi demokrasi yang menjanjikan kebebasan untuk dipilih dan memilih merupakan kekuatan tambahan untuk memunculkan pasangan calon tunggal. Kegagalan kaderisasi partai politik menjadi pemicu lain untuk menghadirkan munculnya pasangan calon tunggal dalam pemilukada. Tidak hanya di Kota Pematang Siantar tetapi juga diseluruh Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan instrumen interview yang melibatkan pengurus partai politik dan pengamat politik di Kota Pematang Siantar disamping referensi mengenai pasangan calon tunggal. Lemahnya kaderisasi partai politik dengan hadirnya borong partai membuat petahana tidak mendapat dukungan di Kota Pematang Siantar. Kekuatan hukum keputusan Mahkamah Konstitusi dan makna demokrasi untuk dipilih dan memilih menjadikan pasangan calon tunggal di Kota Pematang Siantar memenangkan pemilukada melawan kotak kosong. This thesis analyzes a single candidate pair in the 2020 Pematang Siantar City regional head election. The purpose of this study is to explain why there is a single candidate pair in Pematang Siantar City. The legality of the Constitutional Court Decision number 100/PUU-XII/2015 is a legal force to uphold the meaning of democracy in political contestation, in this case regional head elections. Besides that, the essence of democracy which promises freedom to be elected and to vote is an additional power to bring up a single candidate pair. The failure to regenerate political parties is another trigger for the emergence of a single candidate pair in the post-conflict local election. Not only in Pematang Siantar City but also throughout Indonesia. The method used in this research is descriptive qualitative with interview instruments involving political party administrators and political observers in Pematang Siantar City in addition to references to single candidate pairs. The weak cadre of political parties with the presence of wholesale parties makes incumbents not get support in Pematang Siantar City. The legal power of the Constitutional Court's decision and the meaning of democracy to be elected and voted made the single candidate pair in Pematang Siantar City win the post-conflict local election against an empty box.
Collections
- Master Theses [63]