dc.description.abstract | Ada sembilan komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a dan sebagainya). Fragmen yang besar dapat berupa enzim tersendiri dan mengikat serta mengaktifkan molekul lain. Fragmen tersebut dapat juga berinteraksi dengan inhibitor yang menghentikan reaksi selanjutnya. Komplemen sangat sensitif terhadap sinyal kecil, misalnya jumlah virus yang sangat sedikit sudah dapat menimbulkan reaksi beruntun yang biasanya menimbulkan respon lokal. (1,3,11)
Sistem komplemen aktif dengan dua mekanisme yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Walaupun jalur-jalur ini beberapa gambaran umum dan hasil aktivasi biologi dari masing-masing dapat sama sebenarnya kedua jalur ini sedikit berbeda. Aktivasi jalur klasik sering dimulai oleh ikatan komponen komplemen C1 ke antigen antibodi kompleks. Jalur alternatif dimulai dengan pengaktifan dari komponen komplemen C3. C3 diaktifkan oleh C42 atau konvertase C3 sehingga C3 dipecah menjadi fragmen- fragmen C3a yang kecil dan C3b yang lebih besar. Satu molekul konvertase C3 dapat mengaktifkan ratusan molekul C3 dan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, bahan-bahan ini mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler.
(2,4,20) Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi membentuk kompleks virus-antibodi yang akan mengaktifkan sistem komplemen. (5,7)
Aktivasi sistem komplemen menimbulkan interaksi berantai menghasilkan produk-produk yang mempunyai aktifitas biologik dan menyusun suatu sistem mediator humoral yang penting dalam reaksi- reaksi inflamatoris, sebagai opsonin dan pembentukan kompleks
serangan membran makromolekular yang menyebabkan kematian sel-sel sasaran. (1,11,14)
Patogenesis penyakit infeksi virus Dengue sampai sekarang masih belum jelas. Para sarjana cenderung mengemukakan hipotesis reaksi sekunder heterologus anamnestik yang proses selanjutnya menunjukkan terjadinya kebocoran plasma ke jaringan tubuh sekitarnya dengan manifestasi klinis efusi pleura, ascites, perdarahan dan syok. Beberapa sarjana mengemukakan bahwa kegawatan dapat terjadi karena virulensi virus, peran mediator dan proses apoptosis. (5,9,30,36)
Suvatte tahun 1977 membuat suatu hipotesis infeksi sekunder heterologus terhadap kejadian infeksi pada penderita demam berdarah dengue, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita DBD. Respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan peningkatan titer antibodi IgG anti dengue dan terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. (6,17,18 ) | en_US |