Show simple item record

dc.contributor.advisorAgustono, Budi
dc.contributor.advisorZuska, Fikarwin
dc.contributor.authorSahputri, Julianti
dc.date.accessioned2021-11-02T04:59:06Z
dc.date.available2021-11-02T04:59:06Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/45090
dc.description.abstractStudi ini merekonstruksi adat perkawinan etnis aneuk jamee tahun 1976-2005. Kajian ini bertujuan (1) menganalisis sejarah etnis aneuk jamee; (2) menganalisis bagaimana kondisi Aceh Selatan di masa konflik Aceh; dan (3) menganalisi bagaimana adat perkawinan etnis aneuk jamee dilaksanakan ketika konflik terjadi di wilayahnya. Kajian ini mengunakan pendekatan sejarah dengan menggunakan pendekatan struktural fungsionalisme. Dalam proses penelitian, metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristic, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sumber-sumber yang digunakan adalah buku-buku, arsip, artikel maupun sumber tertulis lainnya. Selain sumber tertulis penelitian ini juga menggunakan sumber lisan dengan melakukan wawancara langsung. Sumber-sumber yang telah dikumpulkan ini dikritik lalu di interpretasi serta direkonstruksi dalam penulisan sejarah. Hasil kajian yang diperoleh menunjukkan bahwa aneuk jamee adalah sebuah etnis yang mendiami wilayah pantai barat Aceh. Etnis ini adalah akulturasi dari etnis Aceh dan Minangkabau. Etnis ini tersebar diberbagai kabupaten di pantai barat dan berpusat di Aceh Selatan. Dimasa konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah pusat tahun 1976-2005, Aceh Selatan juga merasakan dampaknya. Gejolak konflik terjadi di Aceh Selatan mulai dirasakan diawal tahun 2000an. Masyarakat yang tinggal didekat pegunungan dipaksa untuk mengungsi ke wilayah lain. Bagi mereka yang tidak mengikuti perintah maka akan mendapatkan terror dan pembakaran rumah-rumah warga. Dalam keadaan konflik tersebut, terjadinya penurunan angka perkawinan di Aceh Selatan. Dengan demikian, pelaksanaan perkawinan secara adat tidak bisa dilaksanakan secara penuh. Duduk rapat hingga pengantaran marpulai yang biasa dilakukan pada malam hari, harus dilaksanakan pada siang hari. Hal ini dikarenakan masyarakat dilarang melakukan aktivitas pada malam hari. Dampak konflik tersebut telah memberikan perubahan dalam adat perkawinan etnis aneuk jamee.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectadat perkawinanen_US
dc.subjectkonflik Acehen_US
dc.subjectaneuk jameeen_US
dc.titleAdat Perkawinan Etnis Aneuk Jamee Tahun 1976-2005en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM177050001
dc.description.pages147 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record