dc.contributor.advisor | Syahputra, Fikry Prastya | |
dc.contributor.author | Sri Karina Karo, Sri Karina | |
dc.date.accessioned | 2022-08-22T07:04:17Z | |
dc.date.available | 2022-08-22T07:04:17Z | |
dc.date.issued | 2022 | |
dc.identifier.uri | https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/49783 | |
dc.description.abstract | The purpose of this study is to find out what is the meaning of Rebu Ngerana and what is the function of rebu ngerana in the Karo society. The method used in writing this paper is a descriptive qualitative method by searching information from books, journals, internet, and also interviewing Karo society. Result of this paper, it was found that the rebu ngerana tradition is a prohibition on direct communication between mother in-law and son in-law, between father in-law and daughter in-law, and also between son in- law and daughter in-law. The things that are prohibited in rebu ngerana are direct communication, touching body parts, sitting on the same mat, and sitting face to face. For the Karo people who violates this tradition, they will receive sanctions form of ridicule and gossip from the community, and will also be considered as people who do not understand custom (laradat). The conclusion of this paper is rebu ngerana tradition is a tradition that limit the Karo people from communicating with people that rebu with them. So if they must to communicate they have to use a third person as intermediary or use objects around them. The aim of rebu ngerana is maintain family harmony and also as a guide for the Karo society in behaving. The writer also concludes that rebu ngerana only applies to them of the opposite gender, and also between them who are not blood relation. | en_US |
dc.description.abstract | Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui apa itu rebu ngerana dan apa fungsi rebu ngrana dalam masyarakat Karo. Metode yang digunakan penulis dalam menuis kertas karya ini adalah metode deskripsi kualitatif, dengan mencari informasi buku, jurnal, internet, dan juga mewawancarai masyarakt Karo.Hasil dari kertas karya ini ditemukan bahwa tradisi rebu ngerana adalah larangan berbicara secara langsung antara mertua perempuan dan menantu laki-laki, antara mertua laki-laki dan menantu perempuan, dan juga antara menantu laki-laki dan menantu perempuan. Adapun hal yang dilarang dalam rebu ngerana ialah berkomuikasi secara langsung, bersentuhan anggota badan, duduk diatas tikar yang sama, dan duduk berhadapan. Bagi masyarakat Karo yang melanggar tradisi ini akan mendapat sanksi berupa cemoohan dan gunjingan dari masyarakat , dan juga akan dianggap sebagai orang yang mengerti adat (laradat). Kesimpulan dari pembahasan ini adalah tradisi rebu ngerana merupakan tradisi yang membatasi masyarakat Karo dalam berkomunikasi secara langsung dengan orang yang rebu dengannya. Sehingga jika harus berkomunikasi mereka harus menggunakan perantara orang ketiga ataupun menggunakan benda disekitar mereka. Tujuan dari tradisi rebu ngerana adalah untuk menjaga keharmonisan keluarga dan juga sebagai pedoman masyarakat Karo dalam bertingkah laku. Penulis juga menyimpulkan bahwa tradisi rebu ngerana ini hanya berlaku untuk mereka yang berbeda jenis kelamin dan juga antara mereka yang tidak memiliki hubungan darah. | en_US |
dc.language.iso | id | en_US |
dc.publisher | Universitas Sumatera Utara | en_US |
dc.subject | Rebu Ngerana | en_US |
dc.subject | Culture | en_US |
dc.subject | Karonese Ethic Group | en_US |
dc.title | A Description of Rebu Ngerana in Karonese Ethnic Group | en_US |
dc.type | Thesis | en_US |
dc.identifier.nim | NIM192202024 | |
dc.description.pages | 53 Halaman | en_US |
dc.description.type | Kertas Karya Diploma | en_US |