dc.description.abstract | Salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sering terjadi dalam
masyarakat adalah tindak pidana pencurian listrik, baik yang dilakukan oleh orang
perorangan maupun badan hukum yang notabene dijalankan oleh perseorangan
atau organisasi tertentu. Dalam hai terjadinya pencurian listrik yang dilakukan
oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya, maka yang paling
bertanggung jawab atas pencurian tersebut adalah pimpinan perusahaan tersebut.
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan yang
dipimpinnya, termasuk dalam hal terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai sebuah korporasi yang juga merupakan subjek dalam hukum.
Dengan demikian yang dapat mewakili sebuah perusahaan dalam perbuatan
hukum tertentu adalah oknum-oknum yang menjalankan perusahaan tersebut,
yang dalam hal ini adalah pimpinan perusahaan.
Penelitian ini mengangkat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana pimpinan perusahaan yang melakukan pencurian
listrik, yakni Bagaimana Undang-undang ketenagalistrikan mengatur tentang
pencurian listrik dan Bagaimana bentuk pertanggungjawaban_pimpinan
perusahaan yang melakukan tindak pidana pencurian listrik ditinjau dari undang-
undang ketenagalistrikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal
research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis
didalam buku (law as_it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan
oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through
Judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data
sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis
normatif-kualitatif.
Undang-undang Ketenagalistrikan mengatur pencurian listrik sebagai
tindakan yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya. Hal ini secara jelas
dapat dilihat pada ketentuan Pasal 19 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985.
Selain itu, di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009, pencurian listrik ini
diatur dalam Pasal 51 ayat (3). Undang-undang ketenagalistrikan tidak
menyebutkan secara jelas adanya pertanggungjawaban dari perseorangan maupun
korporasi dalam ketentuan pidananya. Penerapannya di lapangan bergantung dari
interpretasi hakim untuk menilai siapa yang harus bertanggungjawab dalam hal
terjadinya tindak pidana pencurian listrik, baik yang dilakukan oleh perseorangan,
telebih-lebih yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau korporasi. | en_US |