Rasio Hormon Estradiol Terhadap Testosteron pada Pria dengan Usia Mulai dari 40 Tahun yang Sindroma Metabolik Dibandingkan dengan yang Tidak Sindroma Metabolik

Abstract

Excessively increase in sedentary lifestyle among urban-people and consuming unhealthy food, caused increasing prevalence of overweight and obesity (adiposity). Hence, adipose tissue known as an endocrine organ and adiposity could turn out into the so called, metabolic syndrome. Men with lowering testosterone were related to metabolic syndrome, mostly started in middle-aged, therefore the prevalence of metabolic syndrome in men increases with aging. Previous study in elderly metabolic syndrome-men showed an increase of estradiol level, supposed that it derived from conversion of testosterone to estradiol by aromatase activity in the adipose tissue, consequently increasing the estradiol to testosterone ratio. Objective of this study is to examine whether there is an increment of the estradiol to testosterone ratio in metabolic syndrome men (started from 40 years of aged) compared to the non metabolic syndrome group. Method used by this study is cross sectional descriptive and statistically analysed. A total of 52 men, whose aged started from 40 years old and had a health screening at Spectrum Clinical Laboratory Medan, were recruited with consecutive sampling based on Joint Scientific Statemen criteria, 2009. Blood analysis were done to determine and measure the component of metabolic syndrome, estradiol and testosterone level. Subjects were fasting for a minimal of 10 hours and blood were drawn before 11.00 a.m. All subject were divided into 2 groups with 26 people each, i.e. metabolic syndrome group (waist circumference 93,4 ± 10,4 cm, fasting blood glucose 102 ± 18,29 mg/dl, HDL 40 ± 9,59 mg/dl, TG 132 ± 50,15 mg/dl, Syst BP 127 ± 14,37 mmHg, Diast BP 86 ± 6,17 mmHg) was significantly differ from the non metabolic syndrome group (waist circumference 83,5 ± 7,7 cm, fasting blood glucose 86 ± 10,10 mg/dl, HDL 44 ± 8,33 mg/dl, TG 89 ± 30,76 mg/dl, Syst BP 120 ± 20,39 mmHg, Diast BP 81 ± 7,31 mmHg ). Blood estradiol in the metabolic syndrome group was 34 ± 19,68 pg/ml and this level was not significantly differ from the non metabolic syndrome group (28 ± 11,31 pg/ml), but testosterone in blood level was significantly differ (p<0,05) between metabolic syndrome group (4,91 ± 1,77 ng/ml), compare to the non metabolic syndrome group (5,65 ± 1,22 ng/ml). However, though the estradiol to testosterone ratio in the metabolic syndrome group was higher (7,41± 4,98) than the non metabolic syndrome group (5,12 ± 2,19), there has no significant difference of the E2/T-ratio between the metabolic syndrome group compare to the non metabolic syndrome (p>0,05).

Dengan semakin meningkatnya pola hidup yang kurang aktivitas fisik pada masyarakat terutama di perkotaan, serta mengonsumsi makanan kurang sehat, telah meningkatkan prevalensi overweight dan obesitas (adiposity). Keadaan ini memunculkan suatu gangguan patofisiologis pada jaringan adiposa sebagai organ endokrin yang dikenal sebagai sindroma metabolik. Pada pria, penurunan kadar testosteron yang rata-rata dimulai pada usia paruh-baya, berkaitan dengan sindroma metabolik sehingga prevalensi sindroma metabolik pada pria meningkat sejalan dengan terjadinya penuaan. Pada studi terdahulu terhadap pria usia lanjut yang sindroma metabolik, dijumpai peningkatan kadar estradiol yang diduga berasal dari perubahan testosteron menjadi estradiol oleh aktivitas aromatase di jaringan adiposa. Penelitian ini mencari apakah terdapat peningkatan rasio hormon estradiol terhadap testosteron pada pria dengan usia mulai dari 40 tahun yang sindroma metabolik dibandingkan dengan yang tidak sindroma metabolik. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional study. Sebanyak 52 subjek pria dengan usia mulai dari 40 tahun, yang memeriksa kesehatan di laboratorium klinik Spectrum Medan, dipilih secara consecutive sampling berdasarkan kriteria Joint Scientific Statement, 2009. Analisa darah dilakukan untuk menilai dan mengukur komponen sindroma metabolik, kadar hormon estradiol dan testosteron. Subjek berpuasa minimal 10 jam dan pengambilan darah dilakukan sebelum jam 11 pagi. Seluruh subjek dibagi menjadi kelompok sindroma metabolik ( LP 93,4 ± 10,4 cm, KGD puasa 102 ± 18,29 mg/dl, HDL 40 ± 9,59 mg/dl, TG 132 ± 50,15 mg/dl, TD sist 127 ± 14,37 mmHg dan TD diast 86 ± 6,17 mmHg) yang berbeda secara signifikan dengan kelompok tidak sindroma metabolik (LP 83,5 ± 7,7 cm, KGD puasa 86 ± 10,10 mg/dl, HDL 44 ± 8,33 mg/dl, TG 89 ± 30,76 mg/dl, TD sist 120 ± 20,39 mmHg dan TD diast 81 ± 7,31 mmHg) masing-masing sejumlah 26 orang. Kadar hormon estradiol pada kelompok sindroma metabolik adalah 34 ± 19,68 pg/ml yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok tidak sindroma metabolik dengan kadar 28 ± 11,31 pg/ml, tetapi kadar hormon testosteron pada kelompok yang sindroma metabolik yaitu 4,91 ± 1,77 ng/ml, ternyata berbeda secara bermakna (p<0,05) dengan kelompok tidak sindroma metabolik yang mempunyai kadar 5,65 ± 1,22 ng/ml, namun rasio kedua hormon tersebut (E2/T) pada kelompok sindroma metabolik (7,41± 4,98) meskipun lebih tinggi dari kelompok yang tidak sindroma metabolik (5,12 ± 2,19), ternyata tidak mempunyai perbedaan yang signifikan (p>0,05).